Trenyuh itu.. ketemu dan ngobrol sama akhwat bercadar, yang kadang bercadar, kadang enggak.
“Kenapa dek kok kadang pake, kadang enggak?”
“Soalnya orangtua melarang, mbak. Daripada timbul fitnah, malah saya dilarang ngaji, saya mending manut aja. Tapi hati ini masih berkeinginan kuat untuk bercadar. Rasanya malu dan risih kalo ada lelaki yang memandang wajah saya. Apalagi dari jarak dekat. Maluuu sekali mbak. Kadang saya tutupi sekenanya pakai jilbab.
Makanya saya pakai ini (cadar) semampu saya aja. Kalo keluar rumah, saya pakai masker. Naik angkot saya pakai cadar. Turun angkot, saya lepas cadar dan pakai masker lagi.
Saya tahu Allah tidak membebani hambaNya di luar kesanggupannya. Dan kemampuan saya ya baru bisa lepas-pakai seperti ini.
Biarlah orang menilai saya mempermainkan syari’at cadar, tapi Allah Maha Tahu mengapa saya melakukan ini. Mudah-mudahan suatu saat nanti saya bisa full bercadar tanpa ngumpet-ngumpet lagi kayak sekarang.
Do’akan saya ya mbak..”
The lesson: We never know what really happens behind the curtain, so don’t judge too quickly. Berilah udzur kepada saudaramu, mungkin ia memiliki satu alasan yang tidak kita ketahui.
Salut dengan tekadnya, yang terus berusaha menyempurnakan hijabnya di tengah segala keterbatasan. Barakallah
Dikutip dari sahabat blogger; non fiksi
===============================
Mungkin, ini pula yang terjadi padaku, atau beberapa di antara kita, yang harus bersembunyi, was was, dan lainnya..
Ukhti, saudariku, semoga kita istiqomah yah... Berjuanglah, kita berjuang bersama.....
Posting Komentar